Waktu-Waktu Yang Disunnahkan Berwudhu
Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
Waktu-Waktu Yang Disunnahkan Berwudhu merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 28 Rabiul Akhir 1442 H / 14 Desember 2020 M.
Download kajian sebelumnya: Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?
Kajian Tentang Waktu-Waktu Yang Disunnahkan Berwudhu
Untuk mengatakan bahwa disunahkan untuk berwudhu di waktu-waktu tertentu, maka ini membutuhkan dalil yang menjelaskan tentangnya. Tanpa dalil yang menjelaskan tentang hal tersebut, kita tidak boleh mengatakan bahwa sebelum melakukannya kita disunahkan untuk berwudhu. Karena ini merupakan sesuatu yang berhubungan dengan pahala dan berkaitan dengan keutamaan melakukan suatu amalan. Hal ini tidak boleh kita katakan kecuali berdasarkan dalil yang shahih.
1. Ketika hendak berdzikir
Ketika seseorang akan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka disunahkan untuk berwudhu. Kita dianjurkan untuk berdzikir dalam keadaan suci dari hadas kecil maupun hadas besar.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Al-Muhajir bin Qunfudz Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengucapkan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ketika itu beliau dalam keadaan sedang berwudhu. Di tengah-tengah beliau berwudhu, sahabat Muhajir Radhiyallahu ‘Anhu mengucapkan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjawab salamnya sahabat Muhajir ini sampai beliau selesai dari wudhunya. Setelah beliau selesai dari wudhunya, beliau baru mengucapkan jawaban salam itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan kepada sahabatnya itu:
إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ ، إِلَّا عَلَى طَهَارَةٍ
“Sungguh tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab salammu Wahai Muhajir, kecuali karena aku tidak suka berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Ahmad)
Hadits ini jelas menunjukkan bahwa seseorang disunnahkan bersuci ketika berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun kalau kita sudah suci sebelumnya, maka tidak ada anjuran untuk memperbaharui wudhu dengan alasan ingin berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Ketika hendak tidur
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Al-Bara’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau mengatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ ، فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ
“Apabila engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, maka wudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.” (HR. Bukhari)
Kata-kata “Wudhulah sebagaimana wudhumu sebelum shalat,” ini menunjukkan bahwa ada anjuran untuk berwudhu ketika kita akan tidur.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan setelah itu:
ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأيْمَنِ
“Kemudian setelah itu berbaringlah di sisi tubuh bagian kanan.”
Ketika kita tidur, sunnahnya adalah kita berbaring di sisi tubuh kita bagian kanan. Di antara hikmahnya adalah kita lebih mudah untuk bangun daripada kita menjadikan tubuh bagian kiri untuk berbaring.
3. Ketika akan mengulangi berhubungan intim dengan istri
Misalnya ada seorang suami berhubungan intim dengan istrinya kemudian dia ingin mengulanginya lagi untuk yang kedua kali dan dia belum mandi. Maka ketika itu disunnahkan untuk berwudhu.
Penjelasan seperti ini tidak boleh kita katakan dengan akal pikiran kita atau dengan pendapat kita. Kita harus bisa mendatangkan dalil kenapa di waktu seperti itu disunnahkan untuk berwudhu.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau pernah bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Apabila salah seorang dari kalian telah berhubungan intim dengan istrinya kemudian orang tersebut ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah dia berwudhu.”
Hadits yang sangat jelas menunjukkan bahwa orang yang ingin mengulangi hubungan intimnya dengan istrinya, maka dia disunahkan untuk berwudhu dahulu.
4. Seorang yang junub dan dia ingin makan, ingin minum atau ingin tidur
Terkadang seseorang berhubungan intim dengan istrinya di malam hari, setelah berhubungan intim dengan istrinya dia merasa sangat capek. Akhirnya malas untuk mandi. Maka ketika akan tidur dalam keadaan seperti itu, minimal dia berwudhu dahulu. Ini sangat-sangat dianjurkan seklai.
Diriwayatkan dari Ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau pernah mengatakan bahwa Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ
“Dahulu Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila dalam keadaan junub kemudian beliau ingin makan (tidak disebutkan di sini minum, tapi sama saja) atau ingin tidur, maka beliau berwudhu sebagaimana wudhu beliau ketika akan shalat.”
Ini jelas menunjukkan bahwa bagi orang yang junub, sebelum makan dan minum dan sebelum tidur disunnahkan bagi dia untuk berwudu dengan catatan dia belum mandi karena diterangkan bahwa dia masih dalam keadaan junub. Kalau sudah mandi maka dia bukan junub lagi. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa orang yang akan makan dan minum maka disunnahkan untuk berwudhu.
5. Sebelum mandi besar
Sebelum mandi besar, maka kita disunnahkan untuk berwudhu. Mandi besar di sini mencakup mandi junub, mandi karena selesai dari haid, mandi jum’at, mandi sebelum shalat ied. Intinya mandi besar, baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila beliau ingin mandi junub (mandi besar) beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian setelah itu beliau membersihkan kemaluannya, kemudian setelah itu beliau melakukan wudhu sebagaimana wudhu beliau ketika akan shalat.” (HR. Muslim)
Jelas ini menunjukkan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu dahulu sebelum kita mandi besar.
6. Setelah memakan makanan yang dimasak dengan api
Di zaman dulu, sesuatu yang dimasak dengan api, kata-kata ini biasa digunakan untuk menyebut makanan yang yang berasal dari daging. Misalnya makan daging kambing, itu disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api karena memang harus disentuh dengan api dulu untuk bisa dimakan. Adapun makanan-makanan yang lain selain daging, tidak biasanya disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api.
Maka di sini kita bisa memberikan kesimpulan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu ketika kita selesai makan daging. Dan ini dikecualikan -menurut pendapat yang kuat- makan daging unta. Karena setelah makan daging unta, wudhu kita menjadi batal. Sehingga kalau kita ingin shalat setelah itu, maka kita diwajibkan (bukan dianjurkan lagi) untuk berwudhu. Adapun daging-daging yang lain, maka dianjurkan untuk berwudhu.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Berwudhulah kalian karena memakan sesuatu yang disentuh oleh api.” (HR. Muslim)
Perintah di sini tidak menunjukkan hukum wajib. Dalilnya adalah hadits ‘Amr bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَحتز من كتف شاة، فأكل منها، فدعي إلى الصلاة، فقام وطرح السكين، وصلى ولَم يتوضأ
Intinya bahwa sahabat ini pernah melihat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam makan daging domba kemudian ada panggilan shalat dikumandangkan. Dan berdirilah beliau kemudian beliau tinggalkan pisaunya dan shalat tanpa berwudhu lagi.
Ini menunjukkan bahwa perintah “berwudhulah kalian dari makanan yang disentuh oleh api” adalah perintah anjuran, bukan perintah yang mewajibkan.
7. Ketika akan melakukan shalat
Apakah setiap kita akan memulai shalat maka kita disunahkan untuk berwudhu? Jawabannya tidak. Kalau misalnya ada orang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat atau 23 rakaat, apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya disetiap dia akan memulai shalatnya? Tentu jawabannya tidak.
Lalu kapan kita disunnahkan memperbarui wudhu ketika akan shalat? Yaitu pada shalat-shalat yang berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan shalat lain. Misalnya ada orang yang akan shalat subuh kemudian dia berwudhu. Lalu dia masuk ke masjid untuk shalat tahiyatul masjid atau langsung shalat qabliyah subuh. Setelah shalat qabliyah subuh dia akan shalat subuh setelah itu. Apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya karena akan shalat subuh? Jawabannya tidak. Karena shalat qabliyah subuh itu bukan shalat yang berdiri sendiri. Dia berkaitan dengan shalat subuhnya. Sehingga ini dianggap satu rangkaian.
Tapi kalau misalnya shalat subuh selesai lalu dia pulang dan wudhunya masih terjaga. Kemudian datang waktu shalat dhuha, sedangkan shalat dhuha tidak ada kaitannya dengan shalat subuh. Maka di sini dia disunahkan untuk berwudhu walaupun belum batal. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu pernah mengatakan:
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, maka aku akan perintahkan mereka untuk berwudhu di setiap shalatnya.” (HR. Bukhari)
Juga berdasarkan hadits dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْفَتْحِ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ، وَصَلَّى الصَّلَوَاتِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ
“Dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu berwudhu disetiap akan shalat. Ketika hari pembukaan kota Mekah, di hari itu beliau berwudhu dan mengusap dua khufnya dan beliau shalat beberapa kali dengan satu wudhu.” (HR. Ahmad)
8. Setiap terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu
Hal ini karena ada anjuran untuk menjaga wudhu kita. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Tidak ada yang terus menjaga wudhunya kecuali dia seorang mukmin yang sejati.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga dari sini kita bisa memahami setiap kita batal wudhu, maka kita disunnahkan untuk berwudhu.
9. Setelah muntah
Kalau kita muntah, maka setelah itu kita disunahkan untuk berwudhu. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَاءَ فَأَفْطَرَ فَتَوَضَّأَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah muntah kemudian beliau membatalkan puasanya. Dan setelah itu beliau berwudhu.” (HR. Tirmidzi)
Mungkin saat itu beliau sakit, badannya sedang tidak fit, maka beliau membatalkan pausanya, kemudian beliau berwudhu.
Intinya di sini ada penjelasan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wudhu setelah beliau muntah.
Bagaimana pembahasan selenjutnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..
Download mp3 Kajian Waktu-Waktu Yang Disunnahkan Berwudhu
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49523-waktu-waktu-yang-disunnahkan-berwudhu/